Perkembangan Xiangqi di Indonesia
“ Adalah Tanggung Jawab Bersama “
Xiangqi (bahasa Tionghoa: 象棋; Hanyu Pinyin: xiàngqí; Wade-giles: hsiang-ch'i; (Dengarkan)) merupakan permainan dari Tiongkok yang dimainkan oleh dua orang dan termasuk dalam permainan papan berstrategi sekelompok dengan catur, dari beberapa negara.
Permainan ini menggunakan bidak-bidak, mirip dengan catur. Terdapat bidak Raja, Patih, Gajah, Kuda, Benteng, dan Prajurit. Bidak Raja dalam catur Tiongkok hanya bisa dijalankan di empat kotak, konon sesuai dengan fungsi Raja yang tidak boleh keluar di lingkungan istana. Bidak Gajah dijalankan di kotak empat miring dan tidak menyeberang ke daerah lawan. Bidak Kuda, Benteng, dan Prajurit langkahnya hampir sama dengan catur biasa.
Ada sedikit keunikan dalam permainan Xiangqi adanya bidak Meriam, yang memiliki gerak mirip dengan bidak benteng, namun jika hendak menyerang lawan bidak ini harus melompati satu bidak lain, baik bidak musuh maupun bidak kawan.
Cara Bermain Xiangqi :
Merupakan sebuah permainan papan Cina dua orang pemain, yang berada dalam keluarga yang sama dengan catur antarabangsa, chaturanga, shogi, dan janggi. Xiangqi bentuk kini berasal dari China, oleh itu sering digelar sebagai Catur Cina/Catur Gajah.
Xiangqi mempunyai sebuah sejarah yang panjang. Permainan ini merupakan hasil pengembangan dari sejenis permainan catur yang berasal dari Asia Tengah, yang telah berusia lebih dari dua ribu lima ratus tahun (abad ke-4 Sebelum Masihi di China)., dan dalam penyebarannya ke barat sampai ke daratan Eropa yang dibawa oleh Khalifah Harun Al’rasyid dan ke utara sampai ke daratan Tiongkok dibawa oleh para musafir/saudagar-saudagar kaya, dikedua wilayah itu masing-masing mengalami perobahan fundamental dan modifikasi bentuk, di Eropa berupa catur biasa sedangkan di Tiongkok berupa Xiangqi.
Xiangqi merupakan salah satu permainan papan yang paling popular di dunia. Ciri-ciri yang unik termasuklah pergerakan unik pao (meriam), peraturan yang melarang panglima (seperti "Raja" dalam catur antarabangsa) daripada bertemu dalam garisan yang sama, serta "sungai" dan "istana" yang mengehadkan pergerakan sesetengah buah catur.
Perkembangan Xiangqi di Indonesia:
Ditanah air Indonesia, jenis permainan Xiangqi tersebut usianya sama tuanya dengan usianya arus kedatangan (migrasi) warga keturunan Tionghoa ke Nusantara pada Abad ke XIV.
Namun sangat disayangi di Indonesia hanya digemari kalangan orang Tionghoa yang berusia 40 tahun keatas, hal tersebut dapat dilihat dari peserta Kejuaraan Nasional Xiangqi yang dihela setiap tahun mulai dari tahun 2000 hingga 2008, adapun peserta hanyalah orang-orang itu saja, namun belakangan ini sejak tahun 2004 atas prakarsa Pengurus Provinsi Persatuan Xiangqi Indonesia (Pengprov-Pexi) Jambi dan disusul oleh Pengprov Sumsel (Palembang) Harun Chandra dan Pengprov Bangka Belitung (Babel) Anton Gozali (rom).
Maka pada tahun 2007 untuk kali pertama Pengprov Riau (Pekanbaru) menyelenggarakan Kejuaraan Nasional Xiangqi (Kejurnas) mengikut sertakan atloit/pemain Xiangqi Junior Putra dan Putri, hanya Pengprov Pexi yang kirimkan atlit/pemainnya hanyalah dari Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), DKI dan Provinsi Jawa Barat (Jabar).
Untuk tahun 2008 Kejurnas Xiangqi yang diselenggarakan di Sumsel hanya diikuti tiga (3) Provinsi, yaitu dari Provinsi Jambi ( 4 atlit/pemain junior putra, 3 atlit/pemain junior putri ), Provinsi Babel ( 2 atlit/pemain junior putra dan 2 atlit/pemain junior putri),, Provinsi Jabar (1 atlit/pemain junior putra) sedangkan Provinsi Sumsel sebagai tuan rumah menurun 14 atlit/pemain junior putra dan 15 atlit/pemain putri, diantaranya 9 orang atlit/pemain junior putra dan 10 atlit/pemain junior putri dimasukan ke Pengprov lain yang tidak ada atlit junior.
Lantaran apa penyebab generasi muda tidak berminat untuk meneruskan olahraga asah otak dari nenek moyang mereka sendiri???, berdasarkan hasil pantauan dilapangan, 1. Adalah Pengprov Pexi kurang mensosialisasikan keberadaan Xiangqi dikalangan masyarakat, baik dikalangan masyarakat Tionghoa maupun Non Tionghoa (terutama disekolah-sekolahan), 2. Keterbatasnya waktu Pengurus Pexi membina (melatih) anak-anak, 3. Kurang berminatnya para pemain Xiangqi untuk mengajar anak-anak baik dilingkungan sendiri maupun di sekolah-sekolahan.
Tapi sangat disayangi bahwasan orang yang sangat berjasa terhadap perkembangan Xiangqi maupun berkorban demi tercapainya cita-cita dalam pembinaan generasi muda dibuang begitu saja demi sebuah harga diri.
Salah satu Program Pengprov Pexi Jambi adalah membina generasi muda sebagai penganti senior yang telah berusia lanjut, mensosialisasikan Xiangqi disekolah-sekolahan baik Sekolah Negeri maupun Sekolahan Swasta hal tersebut telah dilakukan sejak tahun 2006, di salah satu sekolah terkemuka di Kota Jambi yang mayoilitas muridnya Non Tionghoa, disusul Sekolah Kristen Bina Jambi Jambi dari tahun 2007 hingga sekarang, dan ada permintaan Kepala Dinas P dan K Kecamatan Pemenang Selatan serta Camat setempat untuk melatih murid-murid di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), Kabupaten Merangin.
Xiangqi adalah seni budaya yang berasal dari Negara Tirai Bambu Tingkok yang keberadaannya di Indonesia cukup lama, maka perlu dilestarikan secara berkesinambungan baik dikalangan masyarakat Tionghoa maupun Non Tionghoa, selain itu Xiangqi merupakan salah satu olahraga asah otak yang telah dipertandingkan baik ditingkat Nasional, Asia dan Dunia.
Sebagai wujud keperdulian terhadap perkembangan Xiangqi di Tanah Air Indonesia, sudah saatnya Pengprov Pexi bahu menbahu untuk membina generasi muda, jangan egois untuk kepentingan individu, “ mari bersatu membina generasi demi kesatuan dan persatuan bangsa “. (rom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar